Senin, 07 Maret 2016

MENULIS CERPEN BERDASARKAN KISAH NYATA


  •   Kisah Nyata

W
aktu itu saya pernah di tinggal oleh ibukku pergi ke Surabaya, saya dan kakakku di tinggal di rumah sendirian. Terpaksa saya dan kakakku harus membagi dan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah. Saya bertugas mencuci piring dan menyirami sengon sedangkan kakakku memasak dan menyapu rumah. Sejak saat itu saya sudah terbiasa hidup mandiri dengan kakakku. Saya bias belajar bagaimana sulitnya menjadi seorang Ibu dan saya mendapatkan pelajaran bahwa kita harus selalu bersyukur untuk berkah yang selalu di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

  • Cerpen

SEPEDA KECILKU
Oleh : M. Ulin Nuha (10)


     Siang itu udara sangat terasa panas membakar kepala, dengan semangat kugayuh sepeda kecilku dari sekolah sampai ke rumah, meskipun panas dan haus melanda tetap kugayuh sepedaku melewati pinggir sungai, udaranya sangat sejuk. Rasa panas dan haus serasa lenyap ketika melihat gemercik air yang mengalir.
      Tidak terasa sudah sampai di belakang rumah kuangkat sepeda kecilku untuk melewati jembatan belakang rumahku. Jembatan yang terbuat dari bambu itu sudah mulai rapuh dan tua. Dengan perlahan kulewati jembatan tersebut, walaupun kakiku terasa gemetar. Sesampainya di rumah saya langsung duduk di sofa.
      “Kak, tumben kok sepi, ibu dan adik dimana.” Tanyaku kepada kakakku yang baru keluar dari rumah.
      “Tadi siang ibu dan adik pergi ke Lamongan.” Ucap kakakku.
      “Apa...!!! pergi ke Lamongan kok tidak bilang-bilang, memangnya ada apa kok mendadak perginya.” Tanyaku dengan nada terkejut.
      “Tidak tahu, katanya ada urusan penting dan mendadak di lamongan.” Jawab kakakku.
      “Nanti makannya gimana.” Tanyaku dengan wjah bingung.
      “Tenang aja nanti coba masak sendiri, enak tidak enak yang penting makan.” Jawab kakakku dengan santainya.
      Saya langsung masuk ke kamar untuk ganti baju, dan langsung menuju ke belakang rumah untuk menyirami sengon, disaat saya menyirami sengo saya teringat tentang ibu, begitu besar perjuangan ibu. Saya langsung semangat untuk menyirami sengon agar tidak layu terkena terik matahari.
      Setelah itu saya bergegas untuk mandi. Setelah mandi saya diajak kakakku untuk memasak makanan, kulihat diatas meja makan hanya ada tempe yang masih mentah.
      “Enaknya masak apa, adanya cuma tempe saja.” Tanyaku.
      “Bagaimana kalau masak sambal dan tempe goreng.” Jawab kakaku.
      “Ya sudah terserah, adanya cuma ini yang penting makan.”
      Saya mencuci piring sementara itu kakakku sedang menanak nasi, setelah nasinya matang saya disuruh kakaku untuk menggoreng tempe.
      “Ini coba kamu yang menggoreng tempenya.”
      Disaat saya menggoreng tempe kakakku sedang menyiapkan bahan-bahan untuk membuat sambal dengan bahan seadanya.
      “Kak sambalnya sudah jadi apa belum, ini tempenya sudah matang.”
      “Sudah, kelihatanya nikmat untuk dimakan.”
      “Kalau begitu ayo kita makan bersama-sama.”
      Setelah semua makanan sudah siap dihidangkan, saya sudah tidak sabar untuk menyantapnya. Ternyata setelah itu ternyata adzan magrib berkumandang.
      “Sholat dulu, makannya nanti setelah sholat.” Ucap kakakku sambil menyiapkan makanan didepan televisi.
      Saya mendapatkan pelajaran bahwa kita harus lebih mengutamakan kepentingan akhirat daripada kepentingan duniawi.      
      Setelah sholat magrib saya dan kakakku menuju ke depan televisi untuk menyantap hasil masakan kita berdua.
      “Kelihatannya sangat menggoda untuk disantap.” Ujar kakaku dengan wajah yang puas setelah membuat sambal seadanya.
      Dengan semangat saya dan kakakku menyantap makanan bersama-sama sambil menonton televisi. Rasanya nikmat sekali tidak kalah dengan masakan di restoran walaupun rasanya gak karuan.
      “Hmm...Nikmatnya walaupun rasanya begini.” Ucap kakakku dengan wajah yang puas.
      Setelah selesai makan kami merasa sangat puas dan perut terasa sangat kenyang.
      “Trus besok sarapannya makan apa lagi.” Tanyaku.
      “Ya...masak ini lagi, trus mau masak apa lagi bisanya hanya buat sambal aja.” Jawab kakakku dengan santainya.
      “Tapi besok saya harus berangkat pagi untuk les pagi.” Jawabku
      “Ya sudah tidak usah sarapan.” Dengan santainya kakakku menjawab.
      “Trus makannya bagaimana.”
      “Besok pulang sekolah kita masak lagi.”
      Setelah itu saya masuk ke kamar untuk belajar. Ketika belajar saya teringat tentang pelajaran hidup yang kudapatkan hari ini, kita harus selalu bersyukur untuk berkah yang selalu di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Setelah itu saya sholat isyak dan langung tidur agar besok bisa bangun pagi.
      Pukul 04.00 pagi saya bangun untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Setelah itu saya marapikan buku dan memasukkannya kedalam tas. Selanjutnya saya bergegas untuk mandi walaupun udara sangat dingin menusuk tulang. Setelah itu saya memakai seragam sekolah seakan saya sudah siap menimba ilmu dari guru.
      Saya keluarkan sepedah kecilku. Dengan semangat kugayuh sepedaku untuk berangkat ke sekolah. Kulihat awan masih terlihat gelap matahari masih bersembunyi dibalik gunung-gunug yang berjajaran, udara terasa sangat sejuk, jalanan masih sepi dengan santainya saya melewati jalan yang sangat lengang.
      Kulewati pinggir sawah yang sejuk sekali, kugayuh sepeda dan diiringi oleh burung-burung yang berkicauan. Sesampainya di sekolahan terlihat masih sepi, parkiran masih kosong belum ada sepeda. Setelah sampai di kelas kulihat pintu masih terkunci, terpaksa saya harus masuk lewat cendela agar bisa membuka pintu.
      Waktu tidak terasa begitu cepat berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 siang, bel sekolah sudah berbunyi bertanda sudah waktunya pulang. Saya bergegas untuk mengambil sepeda kecilku di parkiran, walaupun perut terasa sangat lapar dan haus.
      Tidak lama saya keluar dari sekolahan ternyata ban depan sepeda saya bocor.
      “Waduh…kok bisa begini, trus gimana saya bisa pulang.” Kataku dengan wajah panik
      Tidak pikir panjang saya tetap menaiki sepeda saya walaupun ban depannya sudah sangat kempes.
      “Trus mau gimana lagi, masa saya pulang harus jalan kaki.” Pikirku dalam hati.
      Seperti biasa saya pulang lewat pinggir kali, agar tidak ada orang yang melihat saya. udara saat itu terasa sangat panas terik menyengat kulit.
      Sesampainya di rumah saya di sambut oleh ibukku, kebetulan baru sampai di rumah.
      “Kenapa sepedanya.” Tanya ibuku.
      “Tadi waktu saya pulang sekolah ternyata ban sepeda saya bocor, terpaksa tetap saya naiki, agar saya bias pulang.” Ucapku.
        “Ya sudah nanti sepedanya dibawa ke tambal ban. Sini makan dulu pasti lapar kan.” Jawab ibuku.
      Saya langsung makan bersama dengan ibu dan kakakku. Disaat makan saya bercerita dengan ibuku tentang pengalaman yang kudapatkan ketika hidup mandiri dengan kakak. Saya mendapatkan pelajaran bahwa kita harus selalu bersyukur untuk berkah yang selalu di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan seorang ibu tidak akan pernah tergantikan.


  

       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar