Senin, 07 Maret 2016

Klasifikasi alat musik



Alat Musik Rebab


    Alat musik tradisonal rebab adalah jenis alat musik yang di gesek dan mempunyai tiga atau dua utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka dan berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras suara.

Alat ini juga digunakan sebagai pengiring gamelan, sebagai pelengkap untuk mengiringi sinden bernyanyi bersama-sama dengan kecapi. Dalam gamelan Jawa, fungsi rebab tidak hanya sebagai pelengkap untuk mengiringi nyanyian sindhen tetapi lebih berfungsi untuk menuntun arah lagu sindhen. sama juga yang di pake tradisi musik sunda.

Sebagai salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam ansambel, terutama dalam gaya tabuhan lirih. Pada kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, dan pathet yang akan dimainkan. Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.

Rebab (Arab: الرباب atau رباب) adalah alat musik yang berasal dari Timur Tengah dan mulai digunakan di Asia Tenggara setelah penyebaran pengaruh dari Timur Tengah.



Alat Musik Sasando

    Ada beberapa jenis sasando yaitu sasando gong dan sasando biola. Sasando gong biasanya dimainkan dengan irama gong dan dinyanyikan dengan syair daerah rote untuk mengiri tari, menghibur keluarga yang berduka dan yang sedang mengadakan pesta. Bunyi sasando gong nadanya pentatonik. Sasando gong berdawai 7 (tujuh) atau 7 (tujuh) nada, kemudian berkembang menjadi 11 (sebelas) dawai. Sasando gong lebih dikenal di pulau rote.

Diperkirakan akhir abad ke 18 sasando mengalami perkembangan dari sasando gong ke sasando biola. Sasando biola lebih berkembang di Kupang. Sasando biola nadanya diatonis dan bentuknya mirip sasando gong tetapi bentuk bambu diameternya lebih besar dari sasando gong dan jumlah dawai pada sasando biola lebih banyak, berjumlah 30 nada berkembang menjadi 32 dan 36 dawai. Sasando biola ada  2 bentuk yaitu sasando dengan bentuk ruang resonansinya terbuat dari daun lontar/haik dan sasando biola dengan bentuk ruang resonansinya terbuat dari bahan kayu maupun multiplex (kotak/box/peti). Mengapa dikatakan sasando biola? Karena nada-nada yang ada pada sasando meniru  nada yang ada pada biola, pada mulanya alat penyetem dawai terbuat dari kayu, yang harus diputar kemudian diketok untuk mengatur nada yang pas. Sasando biola biola yang terbuat dari kotak kurang mengalami perkembangan dan akhirnya orang lebih mengenal sasando biola dengan ruang resonansinya dari haik (daun lontar yang dibentuk menyerupai wadah), seperti yang sering kita lihat pada uang kertas lima ribuan emisi tahun 1992.  

Saron merupakan alat musik tradisional yang berkembang di pulau Jawa. Saron disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan. Dalam satu set gamelan biasanya mempunyai 4 saron, dan semuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.

     Cara menabuh Saron yaitu dengan tangan kanan mengayunkan pemukulnya dan tangan kiri melakukan “patet”, yaitu menahan getaran yang terjadi pada lembaran logam. Dalam menabuh slenthem lebih dibutuhkan naluri atau perasaan si penabuh untuk menghasilkan gema ataupun bentuk dengungan yang baik. Pada notasi C, D, E, G misalnya, gema yang dihasilkan saat menabuh nada C harus hilang tepat saat nada D ditabuh, dan begitu seterusnya.

Untuk tempo penabuhan, cara yang digunakan sama seperti halnya bila menggunakan balungan, ricik, dan saron. Namun untuk keadaan tertentu misalnya demung imbal, maka slenthem dimainkan untuk mengisi kekosongan antara nada balungan yang ditabuh lambat dengan menabuh dua kali lipat ketukan balungan. Atau bisa juga pada kondisi slenthem harus menabuh setengah kali ada balungan karena balungan sedang ditabuh cepat, misalnya ketika gendhing Gangsaran.





Alat Musik Kolintang

Musik Kolintang, Kolintang, alat musik Minahasa yang mendunia ,Doeloenya Penggunaan kolintang di Minahasa erat hubungannya dengan budaya – kepercayaan rakyat Minahasa – sulawesi utara, yang biasanya dipakai dalam upacara upacara pemujaan arwah arwah para leluhur.

Alat musik kolintang termasuk jenis instrument perkusi ,Alat musik itu disebut kolintang karena apabila di pukul berbunyi : Tong-Ting –Tang.
Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemain yang duduk selonjor di lantai.dan dipukul pukul.
Fungsi kaki sebagai tumpuan bilah bilah kayu(wilahan/tuts) kemudian diganti dua potong batang pisang atau dua utas tali.
Konon penggunaan peti resonator sebagai pengganti batang pisang mulai di gunakan sesudah Pangeran Diponegoro di buang ke Menado (tahun 1830) yang membawa serta “gambang” gamelannya.

Penggunaan kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan rakyat Minahasa,yang biasanya dipakai dalam upacara upacara pemujaan arwah arwah para leluhur.
Dengan berkembangnya agama Kristen yang di bawa oleh misionaris misionaris Belanda,eksistensi kolintang yang merupakan bagian dari kepercayaan animisme menjadi demikian terdesak bahkan hampir punah,menghilang selama lebih dari 50 tahun.
Setelah perang Dunia II,kolintang muncul kembali dipelopori oleh Nelwan Katuuk, seniman tuna netra asal Minahasa bagian utara yang merangkai nada kolintang menurut skala diatonis.

Pada tahun 1952,di Minahasa bagian selatan (Ratahan) seorang anak berusia 10 tahun , terinspirasi membuat kolintang dengan dasar petunjuk orang orang tua yang pernah melihat kolintang dan dari mendengar suara musik kolintang yang di populerkan lewat siaran Radio.
Sulitnya hubungan transportasi antara Minahasa bagian utara dengan Minahasa bagian selatan pada waktu itu tidak meluruhkan semangat anak tersebut untuk berkreasi tanpa melihat contoh, dengan bermodal potongan potongan kayu bakar yang diletakkan di atas dua batang pisang dan di tuning (stem) nada natural dengan rentang nada 1 oktaf.

Sebuah prestasi yang luar biasa jika pada tahun 1954 ,yang kala itu masih terbilang bocah mampu membuat kolintang dua setengah oktaf nada diatonis dengan peti resonator.Kemampuannya terus terasah dan berkembang,terbukti pada tahun 1960 berhasil meningkatkan rentang nada menjadi tiga setengah oktaf yang dimainkan oleh dua orang pada satu alat. [kolintang.co.id]



Alat Musik Sangka


Sangkakala atau sangka adalah sejenis alat tiup yang terbuat dari cangkang kerang. Alat tiup ini disebut sangkakala karena bernama sangka dan ditiup secara berkala atau bunyian berkala. Pada zaman dahulu sangkakala biasa digunakan dalam saat tertentu, seperti untuk meminta perhatian orang banyak, ketika hendak mulai berperang, mengumpulkan prajurit dan banyak lagi kegunaan sangkakala.

Dalam agama Hindu, sangkakala merupakan simbol kemahsyuran dan kemakmuran. Maka dari itu, ia ditiup saat berperang atau saat melangsungkan upacara keagamaan, misalnya Puja. Catatan mengenai peniupan sangkakala sebagai atribut peperangan disebutkan dalam sastra Hindu Kuno yang disebut Mahabharata. Selain itu, sangkakala menjadi atribut Dewa-Dewi tertentu, misalnya Wisnu, Laksmi, atau Ganesa.

Dalam salah satu ajaran agama Abrahamik, yaitu Islam dikatakan bahwa salah satu malaikat yang bernama Israfil mempunyai tugas untuk meniupkan Shur (sangkakala) pada saat hari akhir. Ketika Allah telah selesai menjadikan alam semesta beserta isinya, lalu Allah membuat sangkakala dan meletakkannya di mulut Israfil. Kemudian dikisahkan Israfil selalu menatap kearah 'Arsy, menanti kapan ia diperintahkan untuk meniup sangkakala tersebut.

Bentuk Shur


Disebutkan pula dalam salah satu hadist, sangkakala itu bagaikan tanduk dari cahaya, dengan ukuran yang sangat besar dengan garis tengahnya seluas langit dan bumi (alam semesta). Dalam hadist lain dikatakan sangkakala malaikat Israfil terbuat dari tanduk, “Tanduk yang ditiup.” [4]

Muhammad bersabda, "Sesungguhnya Allah menciptakan sangkalala yang mempunyai empat cabang, yaitu cabang di Barat, di Timur, di bawah langit ketujuh bagian bawah dan diatas langit ketujuh bagian atas."[5]

Didalam sangkalala terdapat pintu-pintu sebanyak bilangan ruh dialam semesta dan di dalamnya ada 70 rumah, yaitu satu antaranya untuk ruh para nabi, satu rumah untuk ruh para malaikat, satu rumah untuk ruh para jin, satu rumah untuk ruh para manusia, satu rumah untuk ruh para binatang dan hingga genap 70 macam rumah dengan 70 jenis makhluk.




Alat Musik Saron


Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.

Dalam satu set gamelan biasanya mempunyai 4 saron, dan semuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.

Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.

Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)




Study Practice English to Bali

Study Practice English to Bali adalah salah satu program ECP Madtsanegta yang bertujuan untuk meningkatkan siswa siswi ECP berbahasa inggris yang baik. Sebelum English Practice di bali siswa siswi ECP mengikuti ENGLISH CAMP selama seminggu. Tujuannya  adalah  untuk lebih memperdalam berbahasa inggris selama seminggu dan menginap di madrasah. Kegiatan ini dibimbing oleh para tutor dari ENGLISH COURSE FROM BASIC (EcFB) Pare.
                Kali ini saya akan menceritakan tentang English Practice di Bali. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 11-15 september 2015.
                Kami  berangkat dari madrasah pukul 14.00 WIB. Sebelum berangkat kami cek peserta terlebih dahulu dan membaca doa bersama-sama  agar di berikan keselamatan hingga pulang kembali amin. Setelah itu kami naik bus dan berangkat. Di  perjalanan kami di bagikan nasi bungkus dan roti sebagai camilan. Perjalanan tersebut adalah perjalanan yang melelahkan.
                Setelah sampai di probolinggo kami sholat ashar dan beristirahat sejenak. Setelah itu melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan ketapang. Ditengah perjalanan kami melewati PYTONE pembangkit listrik tenaga uap yang sangat indah dengan lampu-lampu yang cantik menerangi malam.
                Pukul 24.30 WIB kami tiba di pelabuhan ketapang. Kita turun dari bus dan jalan kaki manuju ke kapal sambil menikmati suasana malam pelabuhan ketapang.
Didalam kapal saya dan teman teman langsung naik ke lantai dua kapal.
 














                



         Kurang lebih 30 menit kami sudah sampai di pelabuhan gilimanuk, Bali dan waktu pun sudah berganti menjadi WITA. Di pelabuhan kami beristirahat sebentar sambil menunggu bus keluar dari kapal. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke masjid. Pukul 05.30 WITA kami tiba di masjid untuk sholat subuh. Selanjutnya kami menuju ke obyek pertama di Tanah Lot.
Pukul 08.00 WITA kami sampai di tanah lot. Sebelum menuju ke Tanah Lot kami mandi dan sarapan terlebih dahulu. Setelah itu kami langsung jalan kaki menuju ke Tanah Lot. Tidak lupa saya dan teman-teman langsung foto foto.

























                                                                                                                                          




  Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan menuju Tanjung Benoa kami melewati jalan tol yang melewai laut. sampai di Tanjung Benoa kira kira pukul 11.00 WITA. Sebenarnya di Tanjung Benoa kita juga bisa menuju ke Pulau Penyu naik kapal, Namun kerena bayar saya hanya bisa foto foto dan bermain air di Tanjung Benoa bersama teman teman yang juga tidak ikut ke pulau penyu.













               




               
                


Setelah berfoto-foto di Tanjung Benoa kami menuju ke Puja Mandala untuk sholat dzuhur di Masjid Agung Ibnu Batutah,Nusa Dua. Puja Mandala adalah tempat beribadah 5 agama yang tujuannya sebagai pemersatu seluruh umat beragama.


                
           Bersambung.

MENULIS CERPEN BERDASARKAN KISAH NYATA


  •   Kisah Nyata

W
aktu itu saya pernah di tinggal oleh ibukku pergi ke Surabaya, saya dan kakakku di tinggal di rumah sendirian. Terpaksa saya dan kakakku harus membagi dan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah. Saya bertugas mencuci piring dan menyirami sengon sedangkan kakakku memasak dan menyapu rumah. Sejak saat itu saya sudah terbiasa hidup mandiri dengan kakakku. Saya bias belajar bagaimana sulitnya menjadi seorang Ibu dan saya mendapatkan pelajaran bahwa kita harus selalu bersyukur untuk berkah yang selalu di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

  • Cerpen

SEPEDA KECILKU
Oleh : M. Ulin Nuha (10)


     Siang itu udara sangat terasa panas membakar kepala, dengan semangat kugayuh sepeda kecilku dari sekolah sampai ke rumah, meskipun panas dan haus melanda tetap kugayuh sepedaku melewati pinggir sungai, udaranya sangat sejuk. Rasa panas dan haus serasa lenyap ketika melihat gemercik air yang mengalir.
      Tidak terasa sudah sampai di belakang rumah kuangkat sepeda kecilku untuk melewati jembatan belakang rumahku. Jembatan yang terbuat dari bambu itu sudah mulai rapuh dan tua. Dengan perlahan kulewati jembatan tersebut, walaupun kakiku terasa gemetar. Sesampainya di rumah saya langsung duduk di sofa.
      “Kak, tumben kok sepi, ibu dan adik dimana.” Tanyaku kepada kakakku yang baru keluar dari rumah.
      “Tadi siang ibu dan adik pergi ke Lamongan.” Ucap kakakku.
      “Apa...!!! pergi ke Lamongan kok tidak bilang-bilang, memangnya ada apa kok mendadak perginya.” Tanyaku dengan nada terkejut.
      “Tidak tahu, katanya ada urusan penting dan mendadak di lamongan.” Jawab kakakku.
      “Nanti makannya gimana.” Tanyaku dengan wjah bingung.
      “Tenang aja nanti coba masak sendiri, enak tidak enak yang penting makan.” Jawab kakakku dengan santainya.
      Saya langsung masuk ke kamar untuk ganti baju, dan langsung menuju ke belakang rumah untuk menyirami sengon, disaat saya menyirami sengo saya teringat tentang ibu, begitu besar perjuangan ibu. Saya langsung semangat untuk menyirami sengon agar tidak layu terkena terik matahari.
      Setelah itu saya bergegas untuk mandi. Setelah mandi saya diajak kakakku untuk memasak makanan, kulihat diatas meja makan hanya ada tempe yang masih mentah.
      “Enaknya masak apa, adanya cuma tempe saja.” Tanyaku.
      “Bagaimana kalau masak sambal dan tempe goreng.” Jawab kakaku.
      “Ya sudah terserah, adanya cuma ini yang penting makan.”
      Saya mencuci piring sementara itu kakakku sedang menanak nasi, setelah nasinya matang saya disuruh kakaku untuk menggoreng tempe.
      “Ini coba kamu yang menggoreng tempenya.”
      Disaat saya menggoreng tempe kakakku sedang menyiapkan bahan-bahan untuk membuat sambal dengan bahan seadanya.
      “Kak sambalnya sudah jadi apa belum, ini tempenya sudah matang.”
      “Sudah, kelihatanya nikmat untuk dimakan.”
      “Kalau begitu ayo kita makan bersama-sama.”
      Setelah semua makanan sudah siap dihidangkan, saya sudah tidak sabar untuk menyantapnya. Ternyata setelah itu ternyata adzan magrib berkumandang.
      “Sholat dulu, makannya nanti setelah sholat.” Ucap kakakku sambil menyiapkan makanan didepan televisi.
      Saya mendapatkan pelajaran bahwa kita harus lebih mengutamakan kepentingan akhirat daripada kepentingan duniawi.      
      Setelah sholat magrib saya dan kakakku menuju ke depan televisi untuk menyantap hasil masakan kita berdua.
      “Kelihatannya sangat menggoda untuk disantap.” Ujar kakaku dengan wajah yang puas setelah membuat sambal seadanya.
      Dengan semangat saya dan kakakku menyantap makanan bersama-sama sambil menonton televisi. Rasanya nikmat sekali tidak kalah dengan masakan di restoran walaupun rasanya gak karuan.
      “Hmm...Nikmatnya walaupun rasanya begini.” Ucap kakakku dengan wajah yang puas.
      Setelah selesai makan kami merasa sangat puas dan perut terasa sangat kenyang.
      “Trus besok sarapannya makan apa lagi.” Tanyaku.
      “Ya...masak ini lagi, trus mau masak apa lagi bisanya hanya buat sambal aja.” Jawab kakakku dengan santainya.
      “Tapi besok saya harus berangkat pagi untuk les pagi.” Jawabku
      “Ya sudah tidak usah sarapan.” Dengan santainya kakakku menjawab.
      “Trus makannya bagaimana.”
      “Besok pulang sekolah kita masak lagi.”
      Setelah itu saya masuk ke kamar untuk belajar. Ketika belajar saya teringat tentang pelajaran hidup yang kudapatkan hari ini, kita harus selalu bersyukur untuk berkah yang selalu di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Setelah itu saya sholat isyak dan langung tidur agar besok bisa bangun pagi.
      Pukul 04.00 pagi saya bangun untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Setelah itu saya marapikan buku dan memasukkannya kedalam tas. Selanjutnya saya bergegas untuk mandi walaupun udara sangat dingin menusuk tulang. Setelah itu saya memakai seragam sekolah seakan saya sudah siap menimba ilmu dari guru.
      Saya keluarkan sepedah kecilku. Dengan semangat kugayuh sepedaku untuk berangkat ke sekolah. Kulihat awan masih terlihat gelap matahari masih bersembunyi dibalik gunung-gunug yang berjajaran, udara terasa sangat sejuk, jalanan masih sepi dengan santainya saya melewati jalan yang sangat lengang.
      Kulewati pinggir sawah yang sejuk sekali, kugayuh sepeda dan diiringi oleh burung-burung yang berkicauan. Sesampainya di sekolahan terlihat masih sepi, parkiran masih kosong belum ada sepeda. Setelah sampai di kelas kulihat pintu masih terkunci, terpaksa saya harus masuk lewat cendela agar bisa membuka pintu.
      Waktu tidak terasa begitu cepat berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 siang, bel sekolah sudah berbunyi bertanda sudah waktunya pulang. Saya bergegas untuk mengambil sepeda kecilku di parkiran, walaupun perut terasa sangat lapar dan haus.
      Tidak lama saya keluar dari sekolahan ternyata ban depan sepeda saya bocor.
      “Waduh…kok bisa begini, trus gimana saya bisa pulang.” Kataku dengan wajah panik
      Tidak pikir panjang saya tetap menaiki sepeda saya walaupun ban depannya sudah sangat kempes.
      “Trus mau gimana lagi, masa saya pulang harus jalan kaki.” Pikirku dalam hati.
      Seperti biasa saya pulang lewat pinggir kali, agar tidak ada orang yang melihat saya. udara saat itu terasa sangat panas terik menyengat kulit.
      Sesampainya di rumah saya di sambut oleh ibukku, kebetulan baru sampai di rumah.
      “Kenapa sepedanya.” Tanya ibuku.
      “Tadi waktu saya pulang sekolah ternyata ban sepeda saya bocor, terpaksa tetap saya naiki, agar saya bias pulang.” Ucapku.
        “Ya sudah nanti sepedanya dibawa ke tambal ban. Sini makan dulu pasti lapar kan.” Jawab ibuku.
      Saya langsung makan bersama dengan ibu dan kakakku. Disaat makan saya bercerita dengan ibuku tentang pengalaman yang kudapatkan ketika hidup mandiri dengan kakak. Saya mendapatkan pelajaran bahwa kita harus selalu bersyukur untuk berkah yang selalu di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan seorang ibu tidak akan pernah tergantikan.